Seandainya hidup tidak perlu saling menyapa sehingga nama tidak diperlukan, mungkin kita tidak perlu pusing-pusing memikirkan nama untuk setiap anak yang kita lahirkan. Namun, tidak. Kita adalah makhluk sosial yang pasti akan berinteraksi satu sama lain. Lebih dari itu, kita dianjurkan agama untuk memberikan nama yang baik pada anak-anak kita.
Nama adalah do’a dan harapan. Maka kemudian kami menyelipkan do’a dan harapan kepada anak kami yang baru lahir pada tanggal 13 Maret 2015 itu melalui namanya. Abdullah Badru Tamam, demikian kami menamainya. ‘Abdullah’ adalah do’a agar anak kami tahu hal paling mendasar yang harus dia pahami adalah bahwa dia itu ‘Hamba Allah’. Selayaknya hamba, maka apapun yang dia lakukan harus selalu karena alasan perintah Tuannya. Kelak dia harus tahu dan sadar bahwa solat yang dia kerjakan adalah murni karena perintah Allah. Dia zakat, puasa, dan beramal baik lainnya harus karena satu-satunya alasan yaitu diperintahkan oleh Allah. Bukan yang lain. Demikian juga dia harus tahu dan sadar bahwa kelak perbuatan bakti kepada orang tuanya pun adalah memang karena itu diperintahkan oleh Allah. Bukan karena alasan budaya, ikatan biologis, psikologis, atau apapun itu.
Badru Tamam bermakna Bulan Purnama yang Sempurna. Buat saya, yang terasa saat mendengar kata ‘bulan purnama’ adalah kesyahduan. Indah. Tapi jangan tanya apakah anakku ini benar-benar lahir di saat malam bulan purnama atau tidak, karena memang faktanya tidak. Dia lahir di tanggal 23 Jumadil Awal dimana beberapa hari lagi rembulan akan sabit. Apalagi sekarang musim hujan. Seandainya saat itu lahir tanggal 14 pun sepertinya purnama tidak akan terlihat sempurna karena tertutup kabut. Maka benar, bahwa Badru Tamam tidak kami ambil dari asal usul kejadian. Badru Tamam, nama yang indah itu, adalah salah satu julukan untuk manusia termulia yaitu Muhammad SAW. Kami ingin kelak anak kami senang saat sadar bahwa di namanya tercantum nama junjungannya sendiri. Kelak dia akan sering bergumam seakan-akan menyebut-nyebut namanya sendiri padahal dia sedang menyapa orang yang oleh Allah diperintahkan untuk dicintai melebihi dirinya sendiri, Rasulullah SAW. Wallahi, seandainya kelak dia harus ‘gila’ karena kecintaanya itu, kami rela.
Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad.
Terakhir, tak henti-hentinya kami berharap doa kepada teman sekalian untuk kebaikan keluarga kami.